Mungkinkah dunia paralel itu ada? Mungkinkah anda bertemu dengan versi lain diri anda di dunia yang berbeda dengan dunia yang anda tempati sekarang? Mungkin terkesan fiksi, namun perkembangan fisika kuantum yang mendobrak fisika klasik selama satu dekade terakhir berkata lain. Dunia paralel itu bisa saja ada. Anda bisa berada dalam dua atau lebih tempat berbeda dalam waktu yang bersamaan, bukan bergiliran. Anda dan versi lain diri anda benar-benar ada. Bagaimana itu terjadi?
Sebelum kita melangkah lebih jauh mengenai teori ini, alangkah lebih baiknya jika kita mengurai unsur terkecil dalam tubuh kita terlebih dahulu, yakni atom. Sebagian besar orang mengira atom adalah unsur terkecil dalam tubuh kita dan bentuknya pun adalah tetap, begitu pun pendapat para fisikawan klasik. Hingga munculah pada awal abad ke 19, seorang ilmuwan Jerman bernama Max Plank yang berhasil mengkaji lebih dalam tentang struktur atom. Dia menemukan adanya energi berbentuk gumpalan yang dapat dikuantifikasikan, sehingga disebut “Quanta”. Hal ini bertolak belakang dengan pendapat fisikawan klasik yang menyatakan bahwa energi tidak memiliki bentuk.
Pada awal abad ke 19, seorang ilmuwan German bernama Max Plank dalam kajiannya tentang struktur atom dan juga “black body radiation” menemukan energi (energy) secara alami adalah dalam bentuk gumpalan yang dapat dikuantifikasikan yang dinamakan “QUANTA”. Dengan kata lain atom tersebut memiliki partikel-partikel yang dapat diukur. Dari penelitian inilah akhirnya timbul bidang fisika baru yang dinamakan Fisika Kuantum atau Quantum Mekanik.
Pada penelitian selanjutnya, partikel subatomik yang dikaji Max Plank dikaji juga oleh Christian Huygens pada abad ke 16. Namun dia berangkat dari konsep cahaya. Cahaya sangat berkaitan erat dengan atom. Cahaya internal dari unit kecil disebut photon sedangkan atom diwakili oleh unsur sub-atomik lebih kecil yang disebut partikel apakah elektron, neutron atau proton. Dia mengemukakan pendapat bahwa cahaya berfungsi sebagai gelombang, seperti gelombang saat batu dijatuhkan dalam kolam.
Dua penelitian di atas menimbulkan dua kesimpulan yang berbeda. Penelitian pertama menyatakan bahwa atom adalah sebuah partikel, sementara penelitian yang lain menyatakan atom adalah gelombang. Mana yang benar? Atom sebuah partikelkah atau atom sebuah gelombang? Ternyata dua-duanya benar. Atom adalah partikel sekaligus gelombang, tergantung dari mana peneliti memulai penelitian awalnya.
Bingung? Tidak usah bingung. Analogi yang mungkin mudah dicerna adalah seperti ini. Ini hanya imajinasi saya. Tetapnya partikel tersebut karena kita hanya melihat dari sisi luarnya saja. Namun jika lebih dalam mengamati, maka terlihat partikel tetap itu sebenarnya terdiri dari kumparan gelombang. Karena kondisi inilah akhirnya memicu konsep baru, “dualisme partikel-gelombang”.
Berangkat dari pemahaman dualisme partikel gelombang itu, maka sebuah benda akan dapat berada dalam dua tempat yang berbeda dalam waktu yang sama? Bagaimana hal itu dapat terjadi? Ingat konsep bahwa partikel tetap merupakan gelombang yang selalu bergerak? Karenanya memungkinkan partikel yang harusnya tetap dapat berada dalam posisi berbeda dalam satu waktu dikarenakan partikel itu merupakan gelombang itu sendiri. Dengan kata lain gelombang tidak berada di dalam partikel atau pun partikel berada di dalam gelombang.
Untuk lebih mengilustrasikan konsep dualisme partikel-gelombang, maka saya akan mengambil contoh melempar bola ke satu tempat di depan saya. Menurut fisikawan klasik, ketika bola dilempar, maka hanya akan ada satu kemungkinan saja bola itu jatuh ke tempat tujuan. Namun lain halnya dengan fisikawan kuantum, bola bisa jatuh dalam dua tempat yang berbeda pada waktu yang bersamaan. Dan ini benar-benar terjadi. Hanya saja kita cuma melihat satu realita saja yang kita hadapi, sementara realita lain dialami oleh kita yang lain.
Realita bagi diri kita pribadi adalah apa yang kita alami atau ingin kita alami. Sementara pemilihan yang lain menjadi realita bagi diri kita yang lain. Realita yang kita inginkan adalah melempar bola tadi ke sebelah kiri. Namun bisa saja diri kita yang lain melemparnya ke sebelah kanan. Atau diri kita yang lain ke depan. Atau juga diri kita yang lain melemparnya ke belakang. Kemungkinan-kemungkinan yang terjadi menjadi banyak hingga tidak terhingga banyaknya. Hal inilah yang mendasari dunia paralel. Adanya pilihan-pilihan lain yang tidak dipilih oleh realita yang kita pilih.
Pertanyaan selanjutnya, dimanakah dunia paralel itu? Apakah benar-benar berada dalam dunia yang kini kita tempati, atau itu berada di alam semesta lain? Jika melihat teori big bang, alam semesta terbentuk dimulai secara seketika oleh ledakan besar dalam sepertrilyun sepetrilyun sepetrilyun detik cepatnya hingga membuat gugusan benda-benda yang membentuk alam semesta yang kita tempati. Sampai saat ini juga alam semesta yang kita tempati terus memuai/melebar entah sampai kapan. Namun sampai sekarang, para peneliti masih belum mampu menciptakan sebuah benda yang dapat mengamati sisi terluar alam semesta kita.
Spekulasi pun berkembang, apakah ada alam semesta lain? Beberapa ilmuwan mengiyakan hal itu, hingga timbulah konsep multiverse yang merupakan susunan banyak alam semesta seperti banyaknya susunan bintang dan planet di dalam alam semesta yang kita tempati ini. Beberapa mungkin sudah terbentuk menjadi alam semesta yang mirip dengan semesta kita, namun beberapa lagi belum terbentuk sama sekali. Dalam kasus ini, agar alam semesta itu terbentuk, maka haruslah diawali dengan dentuman besar seperti proses awal yang dilalui alam semesta kita. Inilah yang dicari tahu para ilmuwan.
Mereka bukan lagi memikirkan big bang itu sendiri, melainkan penyebab big bang itu sendiri. Hal apa yang menyebabkan terjadinya dentuman besar itu? Faktor apa yang yang menjadi pemicunya? Jangan-jangan alam semesta sebenarnya menempel dalam sebuah rangkaian yang saling berdampingan antara semesta yang satu dengan yang lainnya? Atau bisa dibilang, semestanya banyak alam semesta.
Bukti mengenai multiverse sendiri diperkuat oleh pernyataan tim peniliti dari Inggris, Kanada dan Amerika Serikat, Stephen M. Feeney beserta para koleganya yang melakukan pengujain melihat radiasi latar belakang gelombang mikro kosmik. Dari hasil pengujian yang dilakukan, mereka menemukan empat pola melingkar pada latar belakang gelombang mikro kosmik. Mereka menduga bahwa tanda tersebut merupakan “memar” akibat adanya tumbukan antara alam semesta kita dengan alam semesta lain.
Meski bukti yang dijadikan sandaran para ilmuwan tersebut masih menunggu pembuktian lebih lanjut, namun setidaknya para peneliti tersebut telah satu langkah lebih maju membuktikan adanya alam semesta lain. Jika begitu, apa implikasi diri kita mengetahui hal tersebut? Setidaknya dengan adanya versi lain diri kita melakukan kecerobohan-kecerobohan yang sering kita lakukan, kita tidak menjadi rendah diri. Bahkan banyak versi lain diri kita yang lebih sukses dari kita. Kalau sudah begitu, kalau mereka bisa sukses kenapa kita tidak? Bukankah yang membedakan versi lain diri kita dengan kita sendiri hanyalah alam semestanya, sementara mereka sendiri adalah kita. Jadi jangan lupa selalu berpikiran positif.
@SMAN 8 Tangerang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar